Selamat Membaca ...
Maaf banyak Typo bertebaran hehe ...
Aku sedang merias wajahku agar terlihat lebih fresh
dan rapih. Dan aku sedang mempercantik diriku, tapi tunggu cantik?. Hmm .. tapi
cantik itu relatif, akan lebih alami jika kau terlihat cantik dari dalam,
karena cahaya atau aura yang ada di dalam dirimu akan keluar dengan sendiri
karena sifat dan hatimu yang mulia. Malam ini aku menggunakan dress putih
sedengkul dengan membiarkan rambutku terurai menari bersama angin malam serta
ku kenakan sepatu cats berwarna putih agar terlihat serasi dengan dress yang ku
pakai. Malam ini kevin ingin mengajak ku ke taman bermain, mungkin ini sebuah
pertanda.
“apa kevin ingin mengajak ku kencan? Atau ingin
menyatakan cinta padaku?” gumamku di depan cermin rias, aku tersenyum
membayangkan hal yang indah bersamanya layaknya pasangan kekasih, namun aku
langsung memukul keningku, aku segera menyadarkan diriku sendiri bahwa kita
hanya berteman.
“nadien .. kau hanya teman untuknya, kau ada hak untuk
perasaanmu tapi kau tak punya hak untuk memilikinya. Ingat nadien, kevin sudah
punya kekasih yang mungkin sudah di lamar olehnya, kau harus bisa mengendalikan
perasaanmu, kamu pasti bisa, fighting!” aku menyemangati diriku sendiri yang
masih memandangi cermin dan aku tersenyum melihat diriku di dalam cermin
riasku.
~~*~~
Aku berjalan beiringan dengannya di temani bintang
yang bersinar terang dan udara yang sejuk, malam ini terasa lebih indah bersama
dia di sisiku, namun aku sadar dengan ke beradaan ku saat ini, hanya teman
baginya tidak lebih. Aku hanya dapat memandanginya dari balik hati yang terluka
dan menyimpan sejuta rasa padanya, entah seberapa dalam rasaku padanya, yang
intinya aku bahagia malam ini bisa bersamanya.
“nadien?” panggilnya membuyarkan lamunanku.
“iya” aku menoleh padanya
“kita bermain apa malam ini? Biang lala?Kora-kora?Atau
role koster?”
“bagaimana kalau permainan di sini kita rasakan
semuanya, setuju?”
“oke, siapa takut”
Aku berlari terlebih dahulu menuju kora-kora, ia
mengikuti ku di belakang dan kami ikut adil
dalam antrian. Setelah 15 menit kami mengantri, kami dapat menaiki
permainan tersebut dan duduk di barisan belakang dan tak lupa kami mengenakan
pengaman untuk berjaga supaya kami tidak jatuh selama permainan berlangsung.
“teriaklah sepuas hatimu” ujarnya.
“hemm” aku mengangguk mantap.
Permainan telah di mulai perlahan kami di buat biasa
saja dengan permainan ini, namun selang satu menit, kami semua yang menaiki
kora-kora ini berteriak dengan kencang, entah teriakan itu karena permainan ini
atau kerena beban yang mereka simpan. Sepertiku, aku berteriak
sekencang-kencangnya untuk menghilangkan beban yang telah ku tampung di dalam
hati, entah telah berapa lama perasaan ini tersimpan rapih di hati. Akhirnya
permainan usai, aku merasa sedikit lega, beban di hati ini sedikit mulai
berkurang. Kami berlanjut ke permainan selanjutnya, kami menuju permainan role
koster hingga kami sampai pada permainan terakhir yaitu biang lala (kincir
angin). Kami berjalan keluar dari taman bermain ini karena waktu sudah
menunjukkan pukul 22.00.
“kita pulang?” tanyanya sambil menatapku dari samping.
“hemm .. tentu saja, tapi bisa kah kita mampir
sebentar di penjual gulali di sana” tunjuk ku pada penjual gulali yang tak jauh
dari tempat kami berdiri, ia tersenyum padaku dan kami segera menghampiri
penjual itu.
“kau mau ?” tanyaku padanya.
“tapi bagaimana rasanya?”
“kau belum pernah mencobanya?” tanyaku heran.
“belum, apa rasanya aneh?”
“tidak, rasanya manis .. gulali dapat menghilangkan
rasa sakit, sedih, kecewa, amarahmu dan mengubah semua ras itu menjadi manis,
gulali dapat mengubah moodmu yang tadinya buruk dapat kembali membaik” jelasku.
“sungguh? Apa sehebat itu gulali ini?” tanyanya tak
percaya dengan ucapanku.
“hemm ..” aku mengangguk “kau mau mencobanya?” tanyaku
sekali lagi menyakinkannya.
“boleh, aku ingin mencobanya”
“ 2 gulali ya pak” ucapku pada penjual gulali, tak
lama penjual itu memberikan 2 bungkus besar gulali padaku dan aku segera
memberikan uang padanya namun tanganku di tahan oleh kevin, aku melirik ke
arahnya.
“sudah biar aku saja” ujarnya seraya tersenyum lalu ia
membayar gulalinya, aku memasukkan uang yang tadi tidak jadi di pakai ke saku
celanaku, aku tersenyum karena malam ini aku mendapat banyak hal yang
menyenangkan bersamanya dan mendapat gulali GRATIS.
“ini” aku memberikan gulali padanya.
“makan, rasakan dan habiskan. Gak baik bukan jika
makanan tidak di habiskan, itu akan mubajir” lanjutku sambil memakan gulali,
kami menepi dan mencari tempat duduk yang kosong untuk menghabiskan gulali ini
bersama.
“mari kita habiskan gulali ini..” aku memotong gulali
ini dan memakannya dengan penuh perasaan
“ehmmm .. manisssss” ujarku saat gulali itu pecah di
mulut, aku tersenyum merasakan sensasi gulali ini yang begitu manis, bahkan
sangat manis. Namun tidak dengan hatiku, hatiku sangat berbanding terbalik
dengan gulali ini, aku harus menahan semuanya di saat kita bersama, seperti
tidak ada apa-apa di antara kita, aku menahan perasaanku demi kebersamaan kita
malam ini, karena aku tak ingin menghancurkannya, aku menyampingkan perasaanku
agar aku bisa tertawa bersamanya dan selalu di dekatnya, hanya itu yang ku
inginkan di saat aku tak mampu meraih hatinya. Aku memotong gulaliku satu demi
satu hingga gulali itu tidak tersisa sedikitpun di tanganku.
“hei! Makanlah, lalu kamu rasakan saat gulali itu
pecah di dalamnya” terangku. Sejak tadi ia tak makan gulalinya apa dia enggan
memakannya karena makanan ini di jual di pinggir jalan? Hmm entahlah namun aku
merasakan bahwa sejak tadi ia memperhatikan ku, mungkin ia memperhatikan cara
ku memakan gulali, bukan memperhatikan aku.
“baiklah, aku akan mencobanya”
“bismillah” sambungku saat dia ingin memakan gulali
itu, ia menoleh padaku, menatapku bingung.
“ucapkan basmalah saat kau akan makan sesuatu apapun
itu, tidak hanya saat kau makan saja namun saat kau memulai aktifitas” aku
tersenyum padanya.
“oh iya .. aku hampir lupa, bismillah” ia memakan
gulalinya dan ia mulai merasakan sensasi gulali itu di dalam mulutnya, ia
tersenyum dan mulai memotong gulalinya sepotong demi sepotong hingga gulali
ditangannya habis. Aku lupa bahwa dia mualaf, padahal ia sudah cerita padaku
saat olahraga waktu itu.
“hei! Bagaimana rasanya? Apa ucapanku yang tadi
terdengar bohong ?apa yang kau rasakan hm?” tanyaku penasaran.
“rasanya manis .. sama seperti mu” ia tersenyum
padaku, aku tercengang dengan ucapannya, bola mataku tegang menatapnya, pipiku
serasa panas. Apa yang barusan dia katakan? Apa ini serius? Aku segera
menggelengkan kepalaku untuk tidak menghiraukan ucapannya.
“kau benar, mood ku langsung membaik, bahkan sangat
baik .. xie xie (terimakasih)” lanjutnya.
“bagus dong, jika moodmu sudah membaik artinya banyak
hal, yang kau dapat lakukan dengan tulus saat moodmu sudah kembali” ujarku
seraya tersenyum.
“kevin?” panggilku.
“hmm”
“ucapanmu yang terakhir artinya apa?”
“ohh .. yang tadi, itu artinya terimakasih,
terimakasih untuk malam ini dan gulalinya” terangnya. Aku lupa bahwa dia ada
keturunan darah Chinese, otomatis ia bisa berbahasa mandarin.
“ohh .. iya sama-sama, terimakasih juga untuk malam
ini kevin”
“iya nadien” ia tersenyum padaku dan kami saling
menatap , kami terjebak di situasi yang tidak ku inginkan, jangan membuat
perasaan ini semakin dalam dan jantung ini berdetak lebih kencang kevin. Ya
tuhan, kenapa ia mampu menghentikan seluruh raga ku, kenapa organ tubuhku
tiba-tiba menjadi kaku, kenapa bibir ini sulit berucap, kenapa nafas ini tidak
beraturan, ada apa dengan ku?. Mata sipit itu, bibir tipis itu, alis tebal itu,
bentuk wajahnya ..ahhh ini membuatku frustasi, frustasi karenanya, aku hampir
gila dalam hitungan detik dengan tatapannya yang tajam namun tetap teduh, aku
dapat melihat setiap likukan di wajahnya begitu tampan, putih dan
berkharismatik.
Dddddddrrrrttttttt ……..
Suara ponsel berbunyi dari balik saku nadien, suasana
romantis itu menjadi pecah karena suara panggilan masuk dari telepon nadien,
mereka segera sadar dan nadien segera mengangkat telepon dan ternyata itu dari
mamahnya.
‘Assalammualaikum nadien’ suara paruh baya dari
sebrang telepon.
“Wa’alaikumsalam mah” balas nadien.
‘kamu lagi dimana? Bukan kah ini sudah malam? Kami
menunggu di rumah, jangan pulang larut malam nak’ ujarnya khawatir.
“iya mah, sebentar lagi kami pulang, mamah jika sudah
mengantuk tidurlah lebih awal, aku membawa kunci cadangan”
‘yasudah hati-hati, kamu sedang bersama kevin kan?’
“iya, kami habis dari taman bermain”
‘baiklah, hati-hati ya nak’
“iya” jawabku, telepon kamipun terputus. Ia
memandangiku penuh tanda tanya.
“mamahku” ucapku mengerti pandangannya.
“aku kira pacarmu”
“bukan, aku belum memliki kekasih, menurutku pacaran
itu membuang waktu bukan kah lebih baik langsung menikah saja jika sudah yakin
dengan pilihannya, seperti ta’aruf?. Dan menikah itu menghindari diri dari
fitnah, bukan kah lebih enak pacaran saat setelah menikah, sudah halal, tidak
di pandang orang sebelah mata, terhindar dari fitnah dan allah meridhoinya,
bukankah terlihat lebih indah di mata allah? Lebih baik indah di mata allah
atau manusia? Kalau menurutku lebih indah di mata allah, jika indah di mata
allah, sudah pasti indah di mata manusia." Ujarku seraya tersenyum, ia pun
ikut tersenyum mendengar ucapanku.
“ayo pulang, jika kita tunda lagi nanti semakin larut”
jelasnya, setelah melihat jam di tangan kirinya menunjukkan pukul 22.30, aku
mengangguk dan kamipun pulang dengan mobil jazz putih milik kevin.
~~*~~
Aku membuka tirai jendela kamarku, pagi yang indah.
Aku tersenyum penuh menatap pemandangan keluar, terlihat dari atas mamah sedang
menyiram bunga-bunganya. Langit begitu cerah, matahari mulai menampakkan
dirinya, apakah hari ini ia berolahraga? Sudah tiga hari aku tak bertemu
dengannya dan tak ada kabar darinya. Apakah ia sedang sibuk dengan urusannya?
Mungkin, aku tak bisa memastikannya, lebih baik aku membersihkan diri dan pergi
ke perpus untuk mengembalikan buku yang pernah ku pinjam.
Aku menuruni beberapa anak tangga dengan keadaan sudah
rapih dengan balutan baju casual, celana jeans, sepatu cats dan baju switter
berwarna putih dengan bertuliskan ‘NDY’ dan tas gendong yang ku kenakan
berwarna merah ‘convers’. Aku berjalan menuju ruang belakang tempat kami
sarapan dan memasak, aku melihat meja makan tidak ada apa-apa, mungkin mamah
tidak masak pagi ini, dari pada aku kelaparan aku mengambil sebuah apel yang
ada di tengah meja dan meminum segelas susu yang telah mamah sediakan tidak
jauh dari tempat buah. Aku berjalan ke depan menuju halaman rumah untuk menghampiri
mamah dan memeluknya dari belakang yang tengah sibuk menyiram bunga untuk pamit
namun sebelum itu banyak pertanyaan-tanyaan yang keluar dari bibir mungilnya.
Aku hanya tersenyum dan menjawab dengan baik.
Begitulah mamahku jika aku pergi sendirian, makmlum
aku anak tunggal jadi perasaan khawatirnya lumayan tinggi dan lingkungan di
luar yang mulai gila, itu bisa menjadi salah satu alasan mamah khawatir padaku
jika aku pergi sendirian, takut ada apa-apa denganku, anak semata wayangnya.
Namun aku senang dengan sikap mamah yang seperti ini, yang belum tentu orang
lain dapatkan, yaitu kasih sayang seorang ibu.
Aku sudah sampai di depan gedung perpustakaan pusat,
aku melangkahkan kaki ku untuk masuk lebih dalam lagi, aku berjalan menuju
peminjaman berkas/buku untuk mengembalikan kepada petugas. Aku membuka tasku
dan mengambil buku sejarah yang ku pinjam dari tempat ini dan menaruhnya di
meja pas di depan petugas itu yang tengah sibuk dengan berpuluh buku di
hadapannya.
Petugas itu mendongak dan menatapku “ini aku
kembalikan” ucapku sambil menutup tasku.
“ohh .. bisa tolong kau taruhkan pada tempatnya, aku
sedang sibuk dengan buku-buku yang baru datang tadi” pintanya padaku. Aku
menghelas nafas, aku segera mengambil buku sejarah, aku membalikkan tubuhku
untuk menuju bagian rak sejarah, namun sebelum aku melangkah, petugas
memanggilku.
“hei” aku menoleh.
“kenapa pak?” tanyaku.
“ambil tangga di sebelah sana, supaya tidak tertimpa
buku” terangnya.
“ohh .. ada tangga di tempat ini, ku kira perpus ini
minim fasilitas, dugaan ku salah selama ini, bagus deh .. supaya kepalaku tidak
tertimpa buku lagi” celotehku pelan namun masih bisa di dengar oleh petugas
berkas.
“sejak saya bekerja di sini, tangga itu sudah tersedia
di sini, kamu saja yang tidak mau bertanya dan mencarinya” jawab petugas itu.
“hehe .. maaf pak” aku segera mengambil tangga itu tak
jauh dari meja petugas dan pergi ke bagian sejarah agar tidak dapat semprotan
lagi dari petugas.
Aku menaiki anak tangga yang tak cukup banyak, hanya
sekitar 5 anak tangga saja. Aku menaruh buku itu pada tempatnya dan menata
kembali agar terlihat lebih rapih dan mudah untuk di cari, aku segera turun
dari tangga dan menyingkirkan tangga itu kesamping kiriku dan menghela nafas
sebentar. Aku memutar bola mataku seperti mencari sesuatu, namun aku tak
menemukan apa yang ku cari, kali ini aku tidak mencari buku, namun mencari
sosoknya yaitu kevin. Aku berharap ia berda di sini walau dalam jangka waktu
yang tidak lama, namun nihil aku tak menemukannya, aku tersenyum mengingat
kejadian saat pertama kali kita bertemu, bertemu dalam keadaan yang tidak cukup
menyenangkan dan dalam situasi keadaanku yang kurang baik, tertimpa buku cukup
tebal, namun aku bersyukur dengan kejadian itu aku dapat mengenalnya, walau ada
masalah kecil yang aku alami, jika kejadian itu tidak terjadi mungkin aku tidak
akan bertemu dengannya. Tuhan mempertemukan kami dengan cara yang kurang nyaman
bagi kami, namun bagi tuhan ini yang terbaik bagi kami, aku bersyukur dengan
pertemuan indah itu, semoga hubungan aku bersamanya berakhir indah. Aku hanya
berharap yang terbaik dari tuhan bukan darinya. Aku segera melipat tangga yang
tidak cukup tinggi dan tidak cukup pendek untuk aku kembalikan kepada petugas,
aku berjalan menuju ruang petugas dan menaruh di tempat semula.
“sudah aku kembalikan pada tempatnya, makasih pak”
ujarku setelah menaruh tangga.
“iya .. terimakasih juga, tapi tunggu” aku membalikkan
tubuhku kembali, saat ingin melangkah.
“iya, kenapa pak?” aku memandangi petugas itu heran,
ia mengambil sesuatu dari bawah meja.
“ini kau ambil jaminannya, karena sudah mengembalikan
buku” aku segera menghampiri petugas itu dan melihat apa yang ia letakkan
diatas meja.
“ini bukan milikku pak, mungkin bapak salah orang”
ujarku bingung, petugas itu memberikan sebuah KTP yang jelas bukan milikku.
“ini punyamu, kau ambillah” paksanya, aku terpaksa
mengambilnya. Aku melihat profilnya dan mataku langsung membulat melihat apa
yang ada di tanganku sekarang, sebuah KTP milik Kevin Lau, kenapa KTP nya bisa
di sini?.
“pak? Kenapa ini bisa di sini?Bukan di tangan
pemiliknya?” tanyaku heran.
“itu jaminan dari buku yang kamu pinjam waktu itu”
jelasnya.
“tapi …”
“kau tanya kan saja padanya” ucapnya memotong
ucapanku.
“yasudah, makasih pak” aku membawa KTP milik kevin dan
segera pergi meninggalkan perpustakaan. Namun sebelum aku benar-benar
meninggalkan perpus, aku mencari sosoknya di luar perpustakaan namun nihil
hasilnya, aku tidak melihat sosoknya yang tinggi menjulang dengan kulit putih
bersama senyuman yang membuatku bersemangat dalam melakukan aktifitas. Aku
menyerah mencarinya, aku putuskan untuk kembali kerumah.
~~*~~
1 Minggu Kemudian.
Aku baru saja pulang dari kuliah, aku merebahkan
tubuhku di atas kasur king size milikku. Hari ini aktifitas di kuliah cukup
membuat tenagaku terkuras, ekskul, kegiatan social dan banyak materi yang harus
di mengerti. Aku berjalan menuju jendela, menatap senja di sore hari, matahari
akan berganti menampakkan dirinya dengan bulan, ku tutup jendela kamarku yang
sejak tadi pagi ku biarkan terbuka dengan membiarkan udara masuk ke dalam
kamarku, ku tutup tirai berwana biru laut dengan rapat. Aku pergi ke kamar
mandi, membersihkan diri agar terasa lebih segar setelah seharian beraktifitas.
Drrrrttttttttttttttttt ..
Setelah aku selesai membersihkan diri, aku mendengar
suara telepon berbunyi dan aku segar mengangkat, sebelum mengangkat aku
setengah terkejut dengan nama yang ada di layar handphoneku ‘Kevin Lau’ nama
itu lah yang muncul, ia meneleponku setelah satu minggu menghilang tanpa jejak,
aku mengangkatnya dengan semangat dan mengukir senyuman di wajahku.
“assalamualaikum” ucapku senang.
‘wa’alaikumsalam’ balas dari sebrang sana dengan suara
khasnya yang berat namun tetap lembut.
“iya ada apa kevin?” tanyaku.
‘nadien? Ada yang ingin aku katakan padamu’ ucapnya
membuatku penasaran.
‘Apa yang ingin dia katakan ?apa ingin mengutarakan
cinta padaku? Ah ..kenapa di telefon tidak romantis sekali, kenapa tidak
bertemu langsung dan sedikit memberiku kejutan yang indah.’ Tebak ku dalam hati
sambil tersenyum sendiri.
“iya, katakana saja kevin” balasku.
“sore ini aku akan pergi ke Beijing, maaf tidak
memberi taumu lebih awal, terimakasih untuk semua yang kita lalui bersama, ku
harap kau tidak marah dengan keputusanku untuk pergi meninggalkan Indonesia
dengan waktu yang lama” jelasnya yang langsung membuat jantungku terasa
berhenti berdetak, ucapan-ucapan yang aku harapkan tadi langsung runtuh tak
tertata lagi.
“berapa lama kau akan pergi dan kenapa kau mendadak
pergi kesana?”
‘aku pergi kesana melanjutkan kuliahku serta bisnis
papahku dan aku tidak dapat memastikannya berapa lama aku pergi, namun
berjanjilah satu hal padaku nadien” ucapnya dengan suara yang tidak dapat ku
pastikan dengan baik, namun aku mendengar suara kesedihan darinya.
‘Apa ia sedih meninggalkan ku? Tidak mungkin, ia sedih
karena meninggalkan kekasihnya dan keluarganya’ batinku.
“aku tidak dapat berjanji, aku takut tidak bisa
menepatinya, namun aku akan berusaha melakukannya” ucapku setengah lemas,
mendengar apa yang tak ingin ku dengar, ia akan pergi meninggalkanku, tidak ada
kebersamaan yang kami ciptakan lagi dan aku tidak tahu apa ia akan kembali?.
‘tetaplah disisiku, jaga kesehatanmu dan selesaikan
kuliah dengan baik, ku harap kau dapat melalui hari dengan bahagia dan baik,
aku pamit , jaga dirimu nadien’ ucapnya, aku langsung lemas, aku segera
menjauhkan handphoneku dari telingaku, aku tidak dapat menyelesaikan
pembicaraan kami lebih lanjut, aku masih belum mematikan telepon, mungkin masih
ada yang ia bicarakan namun aku tak dapat mendengar itu.
‘nadien .. wo ai ni (aku mencintaimu)’ lanjutnya dari
sebrang sana dan telepon terputus.
Aku melihat layar handphoneku yang tadinya mati
sekarang menyala, pembicaraan kami telah berakhir, namun kenapa hati ini terasa
sakit? kenapa aku sedih? Aku terduduk lemas di lantai dekat kasur, aku menatap
lurus dengan pandangan kosong, sejak tadi aku membiarkan handphoneku tergeletak
di bawah sana, tanpa di sadari air mataku menetes membasahi pipiku, aku
membayangkan kebersamaan yang kami ciptakan sebelum ia menghilang dan pergi
yang tidak dapat aku pastikan kembalinya ke Indonesia dan kembalinya bersamaku.
Walaupun aku sadar aku hanya teman baginya dan mungkin kedepannya kami tidak
dapat bersama lagi, namun aku hanya ingin melihatnya walau dalam waktu yang
tidak lama. Aku bangkit mengambil KTP miliknya di atas meja riasku, aku menarik
kursi riasku dan duduk sambil memandangi KTP miliknya dengan tatapan nanar,
hatiku sakit, sakit di tinggal pergi olehnya, kenapa aku merasa rapuh seperti
ini, apa cinta yang ku miliki untuknya semakin besar? Aku menangis
sejadi-jadinya dengan membekab mulutku, takut seseorang yang melewati kamarku
mendengar tangisan yang sesungguhnya percuma. Percuma aku keluarkan karena ia
tak bisa merasakan cinta ini, kerena ia tidak bisa menjadi milikku, kerena ia
tak akan mengagalkan penerbangannya dan akan tetap pergi dalam jangka waktu
yang lama dan yang pasti ia telah memiliki kekasih. Betapa bodohnya aku ini,
membiarkan perasaan ini terus membesar, tanpa aku bisa kendalikan dengan baik.
To Be Continue .…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar