Selasa, 17 November 2015

Cinta di Balik Tembok China (The Return of Love) - Part 3

Selamat Membaca ...




Maaf banyak Typo Bertebaran ...







5 Tahun Kemudian …
15 Maret 2017


Aku sedang berdiri di depan ruangan yang tidak terlalu besar namun cukup untuk 20 orang duduk di dalamnya. Aku sedang mengajari mereka bahasa asing. Ya, aku adalah salah satu guru di lembaga pendidikan bahasa asing yang bernama GLE. Sebuah lembaga pendidikan bahasa asing yang sudah mendapat izin dari pemerintah daerah. aku mengajar bahasa mandarin, sudah hampir setahun aku berada di tempat ini, menghadapi sifat anak-anak yang menurutku unik, walaupun aku belum memiliki anak namun aku dapat mengerti kemauan dan masalah mereka. Masalah yang mereka hadapi yang terkadang tidaklah ringan untuk mereka tanggung sendiri, mereka yang baru saja beranjak remaja harus mengahadapi hidup yang keras, namun bagi mereka yang mempunyai mimpi, mereka dapat melewatinya dengan usaha serta doa, usaha yang pasti tidaklah mudah mereka lalui. Namun bagi mereka yang tidak memiliki mimpi? Hmm .. bukan! Mereka bukan tidak memiliki sebuah mimpi, mereka memilikinya namun mereka tidak tahu bagaimana cara untuk menggapai mimpi itu, banyak faktor yang membuat mimpi mereka menjadi buntu tak terarah. Aku memutuskan menjadi guru bahasa asing di lembaga ini, awalnya tidaklah sengaja, ingin berbagi ilmu kepada mereka yang membutuhkan namun seiring berjalannya waktu aku menyukai pekerjaanku yang sekarang, yang sudah hampir satu tahun. Aku menghadapi mereka dan mendidik mereka agar kehidupan mereka ter’arah, karena merekalah aku menyukai pekerjaan ini, walau tidaklah mudah mendidik mereka dengan memiliki pemikiran dan karakter yang pasti sangatlah berbeda-berbeda, namun itu bukanlah alasanku untuk menyerah, tujuanku hanya 2. Pertama aku ingin membagi banyak ilmu kepada mereka dan kedua aku ingin mengarahkan kehidupan mereka yang masih kusut seperti benang yang di gulung tidak teratur.


Aku bekerja di lembaga ini hanyalah sampingan, pekerjaanku yang pertama adalah membuka sebuah bisnis atau usaha yang telah ku impikan sejak ku duduk di bangku SMA. Usaha ku berjalan dengan baik dan sesuai rencana, ku rasa ini hadiah dari tuhan yang ia berikan kepadaku setelah banyak benang kusut yang harus ku luruskan dengan sabar, keuletan, kerja keras serta doa. Aku memiliki toko kue yang sekarang di kendalikan oleh mamahku, aku memegang kendali restoran, butik serta toko sepatu yang tentunya brand milikku yang ku jual, di umurku yang ke 23 tahun aku telah mendapatkan gelar S1 ekonomi dengan IPK yang tinggi 3.80, kalau di lihat usiaku tidak ideal untuk mendapat gelar S1 karena idealnya mereka yang mendapat gelar S1 berumur 21 tahun namun menurutku aku mendapatkan gelarku dengan waktu yang tepat yaitu 4 tahun karena aku memulai kuliah saat berusia 19 tahun, menurutku umur bukanlah kendala untuk menempuh pendidikan itu hanya pandangan masyarakat yang berbeda dan aku sudah memiliki sebagian mimpiku yang tentunya tidaklah mudah ku raih, banyak krikil yang menghalangi jalanku untuk sampai di atas dan aku masih harus berjuang untuk mempertahankan semua ini. 3 tahun sudah aku menjalankan hidup dengan baik tanpanya, aku memang terlihat baik-baik saja dari luar, namun jika kalian mengetahui isi hatiku. Aku tidak sebaik yang dikira kalian, luka ini masih tersimpan dengan baik di sebelah kerinduan dan cinta untuknya yang tentunya masih ku jaga hingga saat ini.

“oke pelajaran hari ini cukup sampai disini” aku membereskan buku-buku ku.

“zai jian laoshi” ucap anak-anak yang sudah beranjak dari kursinya.

“zai jian ..” aku tersenyum kepada mereka. “ jangan lupa belajar, hafalkan guratan hanzi dengan benar” lanjutku.

“iya laoshi” balas mereka saat di ambang pintu.

Aku keluar dari kelasku yang sudah kosong , aku berjalan menuju ruang guru untuk menaruh buku dan sebentar merebahkan tubuhku di kursiku yang empuk. Aku memasuki ruangan yang luas untuk tempat kami para guru pembimbing beristirahat, aku duduk di kursiku yang letaknya tak jauh dengan pintu masuk dan menata bukuku kembali ketempatnya.

“hah ..” aku menarik nafas kasar.

“bagaimana hari ini ?” ucap teman sebelahku, dia alysa guru bahasa korea.

“hari ini cukup menyegarkan, bagaimana denganmu?” tanyaku balik.

“sama sepertimu, betapa lelahnya mereka belajar hampir seharian penuh dan di tambah belajar bahasa asing di luar jam sekolah” lirihnya.

“namun itu sudah tugas mereka, bagaimana pun mereka harus melakukannya untuk masa depan yang baik, bukan kah orang tua ingin yang terbaik bagi anak-anknya? Orang tua akan melakukan apapun untuk anaknya agar mereka sukses di masa depan”

“hmm gurae”

“jangan memakai bahasamu” ucapku yang sedang fokus dengan komputer di depanku.

“hehe .. mianhae”

“bu ke qi (tidak usah sungkan/ tidak ap-apa)” jawabku, beginilah kami jika sedang kelelahan suka memakai bahasa keahlian masing-masing. Namun aku mengerti sedikit-sedikit bahasa korea walau tidak paham penuh artinya.

“alysa?” panggilku, ia menoleh.

“hmm .. menurutmu bagaimana anak-anak ?” lanjutku.

“mereka baik-baik saja”

“hmm .. aku mengerti”

“lalu?” ucapnya bingung, aku menatapnya.

“apa yang membuatmu peduli dengan anak-anak?”

“karena mereka butuh bimbingan dari kita para guru selain orang tua” jelasnya.

“hmm .. betul sekali, mereka yang berjalan memakai alas kaki tidak dapat merasakan sakitnya krikil yang tajam karena mereka sudah nyaman memakainya dan mereka tidak ingin melepasnya sampai alas kaki itu rusak dan tidak layak untuk di kenakan lagi lalu membli yang baru. Namun bagi mereka yang tidak memakai alas kaki, mereka dapat merasakan tajamnya krikil itu hingga kaki mereka berdarah, mereka akan terus berjalan tanpa memakai alas kaki sampai mereka menemukan alas kaki yang layak untuk mereka pakai dengan baik dan di waktu yang baik juga” aku tersenyum, alysa menatapku dari samping heran.

“maksudmu ?” Tanyanya heran.

“hmm ya itulah hidup, seperti itulah mereka nanti mana yang akan mereka jalani dan mereka pilih, jika mereka lemah pada diri mereka maka hidup ini akan sangat keras kepada diri mereka namun jika mereka keras kepada diri mereka sendiri maka hidup akan lemah terhadap mereka yang berarti mereka dapat mengatasinya dengan baik. Jadi mereka harus bekerja keras untuk hidup mereka, ya walaupun ada sebagian orang mendapatkannya dengan mudah namun mereka tidak dapat memaknai apa yang mereka dapat dengan mudah, berbeda dengan mereka yang bersungguh-sungguh bekerja keras dan belajar” jelasku pada alysa.

“aishhh .. jeongmal daebak” ucapnya kagum sambil bertepuk tangan.

“berhenti menggunakan bahasa yang tidak ku mengerti” omelku.

“baiklah, lalu apa yang kau ingin lakukan sekarang?”

“pulang, ayo kita pulang sudah malam” ajak ku.

“baru jam 7 “ protesnya.

“tapi aku sudah lelah, kau mau bareng tidak?” ajak ku lagi.

“tidak, aku di jemput nanti”

“di jemput pacarmu?” ia mengangguk. “baiklah aku pulang duluan” lanjutku dan segera mengambil tasku dan kunci mobil di meja lalu pergi, namun sebelum aku benar-benar keluar dari rungan ini alysa memanggilku.

“nadien?”

“kenapa?” aku menoleh.

“di panggil kepala guru” terangnya, aku menatap heran namun alysa hanya menggelengkan kepala. Aku pergi menuju meja kepala guru yang tak jauh dari meja para guru.

“iya ada apa pak?” tanyaku pada pak adi.

“kau mau pulang?” tanyanya balik.

“hmm iya pak”

“nadien? Hmm .. Aku baru dapat info bahwa ada beasiswa S2 keluar negeri, kau mau ikut beasiswa ini ? jika kau menginginkannya kau dapat membuka websait beasiswaluarnegeri.com dan ikuti tesnya, tesnya akan di adakan 1 pekan lagi, jadi persiapkan dirimu untuk kesempatan yang langka, coba kamu daftar sekarang, siapa tau kamu lolos dengan tes ini dan kamu dapat meraih S2 mu di luar negeri, yang pasti kamu akan dapat pengalaman yang berharga juga, pikirkanlah dengan baik” ucapnya aku hanya mengangguk.

“terimakasih atas info dan saranya pak, akan saya pikirkan” jawabku.

“baiklah, semoga berhasil nadien .. saya yakin kamu bisa. Oya kamu pulang dengan siapa?”

“saya pulang sendiri pak”

“kamu bawa mobil?”

“iya”

“baiklah, tadinya saya ingin mengantarmu pulang, tapi yasudah hati-hati di jalan” terangnya.

“yasudah saya pamit” aku segera pergi meninggalkan mejanya dan ruangan ini, aku masuk kedalam mobil dan pulang kerumah.



~~*~~



“ahhh .. aku bingung” pekiknya frustasi.

“pilihkan saja yang mudah bagi mereka”

“aku gak tahu mana yang mudah bagi mereka”

“sudah kau kasih saja materi yang sudah selesai kalian bahas” saranku padanya, kami berada di atas kasur kamarku sedang memilah soal untuk anak-anak ujian minggu depan, alysa terlihat bingung mana soal yang harus ia keluarkan karena besok senin soal-soal dari para guru harus segera di berikan kepada kepala guru untuk di cetak lebih banyak.

“kau sudah menemukannya?” tanyanya dengan lemas.

“hmm .. sedikit lagi aku akan menyelesaikannya” terangku yang sedang mengetik di layar laptop.

“hahhh .. eottokae??” rengeknya.

“kau berikan saja pertanyaan dasar, ku yakin anak-anak akan mampu mengerjakannya”

“hmm baiklah ..” ia pun mulai mengetik dan menyelesaikan pekerjaannya yang baru setengah ia lakukan.

“nanti sore kekasihmu menjemput?”

“hmm tidak, aku pulang naik bus .. dia sedang sibuk dengan pekerjaannya” terangnya.

“ohhh .. hahhh … fighting untuk kita alysa, heheh” aku tertawa ringan di ikuti olehnya yang hanya tersenyum melihatku.

“bagaimana dengan tes itu nadien?” tanyanya.

“hmm .. aku sudah daftar dan baru 3 hari yang lalu aku mengikuti ujiannya” jelasku.

“susah soalnya?”

“hmmm .. lumayan, tapi masih bisa ku atasi”

“semoga kau lulus dan bisa mengejar impianmu sekolah di luar negeri dengan beasiswa itu” ia mengalihkan pandangannya dari laptop dan memandangku dari samping sambil tersenyum.

“semoga alysa, aku berharap bisa mendapatkannya” ucapku senang.

“lalu kapan pengumumannya?” tanyanya lagi sambil mendekatiku.

“hmmm minggu depan tepat saat ujian anak-anak di mulai”

“semoga namamu ada di sana nadien” ia memelukku dari samping dan kami tersenyum bersama.

“amin .. sudah kerjakan kembali” perintahku.

“ah iya .. aku hampir lupa hehe” ia tertawa ringan dan kembali fokus pada laptopnya begitupun aku.


30 menit kemudian …


“hmm .. akhirnya selesai juga” aku menutup laptopku dan membenarkan posisiku yang tadi tengkurap menjadi duduk lalu mengambil handphoneku sekedar mengecek notifikasi.

“jangan menggangguku jika kau sudah selesai” perintanhya yang masih fokus dengan laptopnya, aku hanya melirik sekilas dan tersenyum. Saat aku sedang asyik melihat bbm dan whatsapp yang masuk, tiba-tiba ada telepon masuk dari nomor yang tak ku kenal dan kode nomor tersebut bukan berasal dari Indonesia, aku mengangkatnya segera.

‘hallo .. hai ! ini aku’ ujar suara dari sebrang sana.

“iya ini siapa?” ucapku ketika mendengar suara berat yang tak asing di telingaku.

‘bagaimana kabarmu? Nanti sore kita bertemu di tempat biasa .. dah’ sambungan terputus, aku menatap layar handphoneku bingung.

“hah .. aneh, ku rasa salah sambung” celotehku.

“siapa memang?” tanya alysa yang sedang menutup laptopnya, ternyata ia telah selesai.

“kau sudah selesai?” tanyaku balik.

“hmm … hahh capek sekali, hei ! tadi itu siapa yang meneleponmu?” tanyanya.

“ahh .. entah, mungkin salah sambung, tiba-tiba telepon terus dia bilang ketemuan di tempat biasa. Hahh biarkan saja” aku melempar handphoneku ke kasur, aku merebahkan tubuhku untuk sekedar beristirahat sebentar setelah mengetik hampir satu hari. Alysa mengambil handphoneku mungkin ia sedang mengeceknya.

“aku liat sebentar siapa tau penting atau dari beasiswa itu” ia mengeceknya dengan serius namun tiba-tiba ia membulatkan matanya “YA!” teriaknya, membuatku membuka mataku.

“kenapa si?”

“ini nomor dari beijing” ucapnya heboh sambil memberikan handphone kepada ku. Aku segera bangun dan merebut dengan cepat dari tangannya lalu aku melihat nomor itu lagi.

“kau yakin ? karena aku tak hafal kode setiap negara” terangku.

“iya nadien, saat papahku pergi dinas ke beijing dia pernah meneleponku dengan kode persis seperti itu, ya! bukankah papahmu juga pernah di tugaskan ke bejing hah?”

“hmm .. papahku tidak pernah menghubungi kami selama tugas di beijing waktu itu, karena aku dan mamah  yang selalu menghubungi dari sini” terangku.

“ahh .. jinjja(sungguh)? gurae(baiklah) ..” ucapnya yang tidak dapat ku mengerti.

“terus bagaiaman sekarang?” tanyaku bingung.

“kau ada kenalan di Beijing? atau ada seseorang yang sedang kesana?”

“hmm .. ada, tapi mana mungkin itu terjadi” ucapku putus asa.

“YA!” teriaknya lagi sambil menatapku sebal. “tidak ada yang tidak mungkin, sudah kau bertemu saja dengannya siapa tau itu dia, fighting” wajahnya langsung berubah senang, ia menyemangatiku seolah-olah ia tau siapa yang akan datang.

“siapa tau itu kevin” celetuknya sambil mengumbar senyuman selebar jari telunjuknya yang panjang. Aku lupa bahawa ia tahu sedikit kisahku dengan pria berdarah keturunan Tionghoa.

“sudah ayo .. sekarang sudah sore, sekalian aku pulang .. kajja” lanjutnya sambil menarik tanganku untuk keluar dari ranjang tempatku beristirahat.


~~*~~

 
Aku berjalan menuju taman garden. Entah kenapa aku menuju tempat ini dimana dulu ini pernah menajadi tempat kami sering bersama, terlebih saat pagi hari, tanpa berjanjian kami sering bertemu di tempat ini dan berlari bersama, setelah itu kami membeli makanan di sekitar taman ini. Aku dan alysa telah sampai di taman garden, kami duduk di bangku yang kosong.

“yang mana orangnya?” tanyanya penasaran.

“aku juga tidak tahu” jawabku asal.

“mana mungkin kau tidak tahu, kau sangat mencintainya” jelasnya membuatku menghela nafas.

“aku tidak yakin dia datang, sudah pulang yuk ..  ku antar kau sampai ke halte bus” ajakku sambil berdiri dan ingin pergi.

“YA! Jamkkanman (tunggu)” teriaknya yang membuatku menoleh.

“sudah ayo .. apa ada yang tertinggal?”

“hmm iya .. kau hampir meninggalkannya” ucapnya sambil menunjuk ke arah belakangku. Aku membalikkan badanku dan aku melihat apa yang sesungguhnya inginku lihat sejak 3 tahun lalu, dia yang membuatku jatuh cinta namun dia pula yang membuatku terluka. Apa dia telah kembali? Apa sungguh benar dia? Apa aku bermimpi? Aku tercengang, mataku mulai berkaca.

“ni hao nadien” sapanya sambil melambaikan lima jari tangannya ke arahku. Aku masih terdiam tak membalas ucapnnya, aku masih menatapnya dalam menyakinkan diriku bahwa ini bukanlah mimpi. Ia tersenyum padaku, senyuman itu. Senyuman miliknya yang ku rindukan, yang selalu hadir di dalam mimpiku. Apa ini benar dirinya? Kevin Lau?.

“YA! Kenapa kau diam? Kau tak mau membalas sapaannya?” bisik alysa yang di sebelahku.

“ahh ??” aku menggaruk kepala ku yang tidak terasa gatal, aku tersenyum malu. Ia tersenyum melihatku yang salah tingkah.

“ni hao (halo)” balasku sambil menundukkan sedikit kepalaku memberi salam.

“aishhh .. jeongmal yeoppo (sangat cantik) .. eh? Maksudku tampan .. beruntungnya dirimu nadien .. tinggi, putih, tampan dan memiliki postur tubuh yang ideal. Seandainya mas ridwan setampan dia, aku yakin aku gak akan ngelirik cowok lain kecuali ada yang lebih tampan lagi darinya” bisiknya sambil menatap kevin tidak berkedip. Mas ridwan adalah kekasih alysa.

“ehemm” alysa segera sadar dengan tindakannya setelah aku berdeham.

“apa kabarmu? Maaf jika mengganggumu”

“tidak .. kabarku baik, bagaimana denganmu?” tanyaku senang.

“sama sepertimu” ia tersenyum kepadaku.

“kapan kau kembali?”

“tadi pagi aku kembali”

“ohh ..”

“kau sekarang bisa berbicara mandarin? Kemajuan yang bagus selama aku tidak ada disini” ucapnya senang.

“ahh tidak juga .. masih harus banyak belajar”

“ohh iya ada yang ingin aku sampaikan padamu” ucapnya dan ada yang keluar dari belakang punggungnya. Seorang wanita keluar dari balik punggungnya yang besar sehingga aku tidak menyadari keberadaan wanita itu, wanita yang tak asing untukku, wanita 3 tahun yang lalu ku lihat keluar dari dalam rumah kevin bersama dengannya, iya wanita itu. Kekasih kevin. Ada apa ini? Kenapa ia memperkenalkan wanita itu di saat aku sangat rindu padanya, di saat aku ingin menghabiskan waktu bersamanya, aku membulatkan mataku, alysa mungkin menyadari sikapku yang seketika berubah.

“wo jiao ming zi Aini Lau (nama saya aini lau)” ia memperkenalkan dirinya seraya tersenyum.

“salam kenal” lanjutnya.

“ini buat kamu, ku harap kamu hadir nadien” pintanya, belum aku selesai dengan wanita yang ada di hadapanku, kevin memberikan sebuah kertas yang di design dengan indah. Itu adalah undangan pernikahan, aku menatap undangan itu dengar nanar, air mataku ingin pecah, namun ku putarkan bola mataku agar air bening ini tidak pecah di depannya, aku berusaha kuat untuk melihat kenyataan ini, bahwa kevin kembali ke Indonesia untuk menikah dengan wanita yang ada di sampingnya, kembali bukan untukku namun untuknya. Betapa bodohnya aku hingga tidak sampai berfikir ke arah sana dan mengingat posisiku yang sesungguhnya. Perlahan tanganku menggapai undangan tersebut, aku menahan getaran tanganku, berusaha mengontrol diriku. Dan aku berhasil meraih undangan itu, menerima sebuah kertas yang tidak begitu tebal, namun menyakitkan. Aku berusaha mengukir senyuman menyakinkan mereka bahwa aku baik-baik saja.

“nadien? Kau tak apa?” tegur alysa yang mungkin ia menyadari sikapku.

“aku tidak apa” aku menarik nafas. “xie xie .. aku tidak bisa janji untuk datang, aku pamit, ayo alysa” aku segera menarik tangan alysa untuk pergi dari hadapan mereka.

“Ya! Ada apa denganmu?” teriaknya, saat kita berjalan meninggalkan mereka.

“tidak apa tiba-tiba perutku sakit” aku berusaha menahan air mataku agar tidak jatuh selama di perjalanan.

“pasti ada yang tidak baik, cepat katakan padaku” paksanya dan menarik tanganku untuk berhenti, kami berhenti di bawah pohon rindang yang sudah jauh dari taman garden. Aku mengalihkan pandanganku darinya, berusaha menolak kontak matanya.

“hei nadien .. tatap mataku, ada apa denganmu? Jangan seperti ini, bukankah seharusnya kau bahagia ia telah kembali ke Indonesia dan menghubungimu setelah 3 tahun hah? Bukankah kau rindu padanya? Kenapa kau seperti ini?” marahnya.

“sudah? Kau sudah selesai ? jika sudah aku mau pulang” air mataku jatuh setetes membasahi pipiku.

“tidak seperti ini nadien” cegahnya.

“apanya yang tidak seperti ini hah? Lalu ini apa? Bukankah ini sudah jelas? Jelas bagi kita, bukan tapi jelas bagi aku .. jelas bagi ku untuk berhenti berkhayal, bermimpi dan menginginkannya, berhenti untuk terus mencintainya, berhenti merindukannya dan berhenti mengusik hidupnya, kau tau ? 3 tahun sudah aku menahan semua ini, menahan rasa rinduku dan cintaku untuknya, dan menyingkirkan luka di hati ini, luka yang 3 tahun lau masih membekas. Kau pikir aku tidak senang ia kembali ke Indonesia dan langsung menghubungiku setelah kembalinya? Aku sangat senang melihatnya, karena aku dapat menghabiskan waktu bersamanya lagi, namun dugaanku salah ia kembali bukan untukku melainkan untuknya, wanita yang di sebelahnya dan ini ? bukankah ini semua sudah jelas ALYSA?????” teriakku, aku menunjukkan undangan yang kevin berikan tadi pada alysa. Aku menangis di hadapan temanku yang sesungguhnya sejak tadi ku tahan karena aku tak ingin menunjukkan ke sakitan yang kurasa sekarang, namun semua telah terjadi, alysa telah melihat keadaanku sekarang, alysa mengambil undangan yang ada di tanganku setelah ia melihatnya ia menatapku dan ia menangis juga melihatku lalu ia langsung memelukku. Alysa memelukku memberi ketenangan.

“sudah .. menangisalah sepuas hatimu, aku mengerti nadien, namun kita harus pulang tidak baik kita berlama-lama di sini dalam keadaanmu seperti ini, maafkan aku yang tidak memahamimu tadi” bisiknya di sela pelukan kami, aku bersyukur jalanan sepi tidak ada akitifitas di sekitar sini sehingga tidak ada yang melihat keadaanku yang rapuh ini, aku di antar alysa pulang kerumah.




To Be Countinue …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar