Rabu, 18 November 2015

Cinta di Balik Tembok China (The return of Love) - Part 4

Selamat Membaca ...




Maaf banyak typo bertebaran .....







Hari ini adalah hari terkhir anak-anak ujian, setelah 3 hari mereka menikmati soal-soal yang mungkin masih sulit untuk di pahami, namun hal itu berlaku bagi mereka yang tidak belajar. Setelah ujian selesai mereka akan tau kemampuan mereka sampai dimana dan apakah mereka akan menaiki level keahlian bahasa asing mereka? Entahlah tapi aku berharap anak didikku lulus dalam ujian ini. Aku sedang mengkoreksi hasil ujian mereka sebelum aku terbang ke Australia besok, hasil tes beasiswa telah keluar beberapa hari yang lalu jadi segera mungkin aku harus mengurus keperluanku di Aussie dan mengurus administrasi kuliahku disana.

“nadien? Yakin kau akan terbang besok ?” ujar alysa yang terlihat sedih.

“iya alysa .. memang kenapa hm? Aku hanya pergi sebulan” terangku.

“iya si .. tapi bagaimana denganku hah?” ia menatapku sendu.

“hei .. kenapa kau jadi seperti ini, kau tidak mendukungku untuk kuliah di sana iya?” aku tersenyum melihat tingkahnya yang masih seperti anak kecil.

“bukan begitu, aku mendukung penuh keputusanmu untuk mendapatkan beasiswa itu dan aku senang mendengar kau lulus dan pergi ke Australia”

“makasih temanku tapi kan masih ada mas ridwan, bukan kah dia bodyguard hatimu hm?” godaku.

“YA! Itu sudah pasti, tapi nanti aku ke salon sama siapa?”

“aku hanya sebulan pergi bukannya pergi beberapa tahun, aku hanya mengurus kehidupanku nanti di sana dan mengurus administrasi kuliah, kuliahku masih lama nanti tahun depan, kau bisa pergi ke salon dengan pak adi” terangku sambil tertawa ringan, ia sedikit cemberut mendengar tanggapanku.

“yasudah, kau hati-hati besok .. maaf aku tak bisa mengantarmu, aku harus mengantar mamah pergi arisan keluarga” sesalnya.

“iya tidak apa, aku bisa pergi sendiri” aku tersenyum padanya.

“mamah dan papahmu tidak mengantar??”

“tidak, mereka ada urusan keluarga mendadak jadi mereka hanya mengantarku sampai depan pintu rumah .. hehehe”

“aishh .. Ya! Kau di panggil pak adi tuh” ucap alysa.

“ohh .. aku tak menyadarinya jika ia memanggilku” gumamku. Aku segera menghampiri pak adi yang tengah duduk di kursi besarnya.

“iya pak”

“ini kamu tanda tangani surat izin untuk kepergianmu selama satu bulan” ia memberikan selembar kertas dan satu pulpen kepadaku, aku membacanya lalu menanda tangani surat tersebut.

“selamat atas kelulusanmu, semoga kau berhasil disana” ucap pak adi senang dan menjulurkan tangannya ke arahku, aku menjabat tangannya seraya tersenyum.

“terimakasih pak, ini juga berkat info dari bapak dan atas izin tuhan .. oya pak, tadi saya baca ada guru pengganti selama saya pergi nanti, kalau boleh tau siapa guru itu?” introgasiku.

“hmm .. kebetulan orangnya ada di sini sebentar” pak adi memutur bola matanya mencari sosok yang di cari. “ah itu dia .. aini kemari” panggilnya.

‘aini? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu, tapi dimana? Semoga bukan orang yang ku maksud’ batinku, aku merasa orang yang di panggil pak adi telah berdiri di sampingku, aku segera menoleh dan benar saja dugaanku, wanita yang di taman itu, kenapa ia bisa di sini, hah .. rasanya palaku ingin pecah.

“pak maaf, saya harus pamit ada yang saya ingin kerjakan untuk keperluan besok” pamitku untuk segera menghindar darinya.

“tapi kau berkenalan dulu dengannya supaya kalian bisa saling menyapa saat bertemu di jalan” terang pak adi.

“salam kenal dan selamat bekerja” ucapku terpaksa sambil menundukkan kepalaku sedikit memberinya salam. Aku segera pergi dari hadapan mereka dan mengambil tas yang ada di kursiku.

“aku duluan” pamitku pada alysa.

“ya! Kenapa kau terburu-buru .. hahh .. yasudah hati-hati” teriaknya.

Aku segera keluar dari ruangan meninggalkan pekerjaanku yang sedang ku periksa yang hampir ku selesaikan tapi pak adi menghancurkan moodku dengan memperkenalkan aku dengan wanita itu, hahh .. membuatku frustasi. Bodohnya aku menanyakan namanya, tapi aku hanya bertanya namanya bukan untuk melihat orangnya. Aku menginjak pedal gas melajukan mobilku dan kembali kerumah untuk mengepak barang-barang yang ku perlukan selama sebulan di Australia. Ku harap setelah pulang dari Aussie aku tidak bertemu dengannya di lembaga itu.


~~*~~


Aku telah sampai di Bandara aku segera berjalan menuju terminal keberangkatan luar negeri Australia, kepergianku kali ini sangatlah sepi aku hanya di antar oleh supir tidak ada yang mengantarku karena kesibukan masing-masing, namun itu tidak menjadi alasan untuk aku menunda kepergianku ke Aussie aku segera check-in, namun ada pemberitahuan kalau penerbangan di tunda selama 15 menit, aku kembali duduk di ruang tunggu.


~~*~~


Kevin berlari bersama aini dan alysa menuju bandara keberangkatan luar negeri, mereka terus mencari keberadaan nadien, hingga akhirnya mereka berhenti di depan layar jadwal penerbangan. Mereka melihat jadwal ke berangkatan Australia sudah berangkat 15 menit yang lalu.

“aishhh .. jinjja, pesawatnya telah pergi 15 menit yang lalu sekarang sudah 9.45” ucap alysa sambil melirik jam di tangan kanannya.

“kita terlambat, aku belum mengatakan apapun padanya” sesal kevin.

“yasudah kita kembali saja, dia hanya sebulan di sana” terang alysa.

“jika dia lebih dari sebulan atau bahkan tidak kembali bagaimana hah?” ucapnya panik sambil mengatur nafasnya.

“sudah .. aku yakin dia pasti akan kembali” terang aini lalu memeluk kevin dari samping.

“yasudah kita pulang saja” ucap kevin menyerah, merekapun pulang.


~~*~~


Aku bangkit dari dudukku berjalan menuju tempat untuk check-in, seharusnya pesawatku berangkat 9.30 namun di tunda 15 menit menjadi 9.45, aku berjalan dan mengantri menunggu giliran untuk di periksa tiket dan paspornya, namun langkahku terhenti di saat aku melihat seorang yang tak asing bagiku. Ia sedang berpelukan dengan wanita yang bukan dan tak lain adalah kekasihnya yang akan ia nikahi sebentar lagi, akhir pekan ini. Aku tersenyum melihat mereka menciptakan hal romantis di tempat umum, mungkin mereka habis mengantar keluarga mereka dan wanita itu sedih lalu di beri ketenangan olehnya, mungkin saja. Aku sampai lupa satu hal, selamat atas pernikahan kalian, ku harap kalian bahagia. Aku melangkahkan kakiku karena sudah giliranku untuk check-in.

Aku telah duduk di kursi pesawat menuju Australia, aku berharap sepulang dari Aussie aku telah melupakan semuanya dan memulai hidup baru tanpa hadirnya di sisiku. Aku harus menyingkirkan hal apapun tentangnya dari kehidupanku segera mungkin, aku harus sadar dengan posisiku yaitu hanya teman baginya yang tak pernah ia menoleh ke arahku sedikit saja dan melihat isi hatiku.

“selamat tinggal masa lalu, selamat datang masa depan” aku tersenyum, pesawat sudah take off sejak 5 menit yang lalu, aku menatap ke jendela melihat pemandangan dari atas terlihat indah, namun jika melihatnya lebih dekat kita akan tahu bagaimana perasaan yang di alami mereka di balik ke indahan dari atas ini.



1 Bulan Kemudian …
13 September 2017


Aku berjalan keluar dari jalur kedatangan luar negeri sambil menarik dua koper berisi pakaian dan oleh-oleh untuk keluarga serta temanku. Aku memakai kaca mataku yang baru ku beli di Aussie kemarin, tidak terasa waktu begitu cepat berlalu rasanya masih betah tinggal di sana. Aku berjalan keluar Bandar dan menunggu supir datang untuk menjemputku.


Ddddrrrrrrrtttttttt …


“Assalammualaikum mah” sergapku saat ada telepon masuk dari mamah.

‘Wa’alaikumsalam’ jawab mamahku dari sebrang sana.

“kenapa mah?”

‘kamu bisa pulang sendirikan? Maaf pak badri tidak bisa menjemput kamu dia harus pulang karena ada urusan mendadak kemarin’ terang mamah yang membuatku menarik nafas.

“terus mamah?”

‘mamah juga gak bisa, harus menemani papah keluar kota tugas kantor’

“hahh .. yasudah, dah” aku langsung mematikan sambungan kami.

“oke .. kau harus mandiri nadien mulai sekarang, mulai melatih dirimu karena kau akan tinggal sendiri di Aussie selama 2 tahun mulai tahun depan” gumamku. Aku menunggu taksi di area parkir bawah namun tak ada taksi yang lewat ku tunggu sejak tadi.

“ya .. iyalah tidak ada yang lewat ini kan area parkir, ohh pak bardi seandainya kau menjemputku hahhhh” gumamku sambil menarik nafas, pak bardi adalah supir keluargaku. Aku berjalan meninggalkan area parkir dan naik ke lantai atas untuk mendapatkan taksi dan segera pulang, di saat kakiku ingin melangkah ada seorang yang menghampiriku.

“excuse me” ucap pria di belakangku, aku menoleh padanya.

“yes”

“are you nadien?” tanya pria yang tak ku kenal.

“who are you?”

“you don’t remember me?”

“who?” aku berusaha mengingat siapa orang yang ada di hadapanku sekarang.

“Australia, University of Melbourne” dia mencoba membantuku untuk mengingat dirinya.

“we are a University, we met at the administrative process” lanjutnya.

“ohh yes .. I remember you now, sorry” aku tersenyum.

“Doni Saputera Lim” ia menjulurkan tangannya dan aku menyambutnya.

“wo jiao ming zi Nadien Putri Aanisah .. ahh … sorry .. my name is Nadien Putri Aanisah” jelasku yang salah bahasa, aku tertawa ringan karena ulah yang ku buat, ia tersenyum melihat tingkahku.

“are you from Indonesia?” tanyanya.

“yes .. and you?”

“me too .. yang tadi hanya formalitas perkenal saja, supaya ingatanmu kuat” terangnya seraya tersenyum.

“ahhh .. maaf, sungguh aku tak mengingatnya karena baru mengenal dan banyak bertemu orang di sana, jadi aku masih belum hafal satu per satu” jelasku.

“tidak masalah, aku mengerti .. oya, kamu bisa bahasa mandarin?”

“wo neng shuo yi dian dian han yu .. ahh maksudku , aku bisa sedikit bahasa mandarin” ia tersenyum dan aku ikut tersenyum.

“ohh good .. kau mau pulang?”

“iya .. tapi aku harus ke lantai atas untuk mendapatkan taksi” jelasku.

“kita pulang bersama saja, rumahmu daerah mana?” tanyanya.

“Jakarta” jawabku.

“oke kita satu arah, ayo” ajaknya, aku mengikuti dari belakang.

Mobil doni sudah terparkir di depan rumahku, kita telah sampai. Aku sedang mengobrol sebentar saat kita telah sampai sekitar 10 menit yang lalu, aku senang bisa pulang kerumah dengan selamat.

“rumah kita ternyata berdekatan” terangnya. Kami sedang mengobrol di depan pagar rumahku.

“sungguh? kau tinggal dimana ?” tanyaku antusias.

“hmm tiga komplek dari sini, tidak jauhlah”

“ohhh .. kamu ada keturunan darah cina?”

“hmm iya, namun aku tidak lancar berbahasa mandiri sepertimu” ia tertawa ringan aku hanya tersenyum.

“kamu bagaimana bisa tau aku ada darah cinanya?” tanyanya heran.

“wajahmu yang oriental namun namamu yang Indonesia dan ada sedikit nama islam dan sedikit nama cina hehe” aku terkekeh ia pun ikut terkekeh.

“ahh iya .. aku hampir tidak menyadarinya, wajahku memang oriental tapi agamaku islam” jelasnya membuatku mengangguk.

“maaf, kamu islam sejak lahir?” tanyaku hat-hati.

“hmm iya, aku islam sejak lahir karena keturunan dari nenek dan kakek adalah cina islam” terangnya.

“ahhh begitu ..”

“hmm .. yasudah aku pamit pulang, salam pada mamahmu, zai jian (bye)” ia melambaikan tangannya sebelum masuk ke dalam mobil.
“zai jian” aku tersenyum.

“lain waktu kita jalan bersama” lanjutnya, lalu masuk ke dalam mobil. Aku masuk ke dalam rumah setelah mobil doni telah pergi.


~~*~~


“gimana Aussie?” tanya alysa antusias.

“baik-baik saja” jawabku datar.

“bagaimana urusanmu disana? Apa berjalan dengan baik?” aku hanya mengangguk sambil menyuap es krim coklat strawberry.

“apa bayak bule disana?”

“tidak ada, orang afrika semua ..”

“Ya!” pekiknya.

“haha .. lagi pertanyaanmu aneh, tentu saja di sana orang bule semua”  aku tertawa dan alysa cemberut dengan tanggapanku. Kami sedang berada di sebuah toko es krim, kami sedang menghabiskan waktu bersama setelah sebulan aku pergi dan tidak bertemu dengannya.

“lalu oleh-oleh untukku mana?” pintanya.

“hmm kau mau apa? Tugu monas? Tugu jogja atau tugu …. tuguin aja kali ya .. ahahha” aku tertawa lepas ia melemparkan omelan terhadapku, karena aku meledeknya yang tengah serius menunggu ucapan yang akan ku lontarkan.

“YA! Nadiennnnnnn …” teriaknya.

“ssttt .. kau membuat banyak pasang mata menoleh pada kita” pintaku.

“biarin, itu semua salahmu” jawabnya jutek.

“haha .. baiklah, ini untukmu” aku mengeluarkan kotak kecil panjang dan memberikan pada alysa.

“apa ini?” tanyanya sambil mengambil kotak yang ku berikan.

“kau buka saja, semoga kau suka” aku tersenyum menatapnya yang sedang membuka kotak.

“wwaahh .. jeongmal yeoppo (sangat cantik)” gumam alysa setelah melihat isi dari kotak itu.

“aku sengaja membelikannya karena itu sedang trend disana dan kau pasti menginginkannya”

“iya aku sangat suka nadien, jeongmal gomawo (terimakasih banyak)” ucap alysa senang.

“iya .. coba kau pakai” pintaku.

“aku coba ya …” ia memakai kaca mata dan jam tangan keluaran terbaru dari Gucci.

“kau terlihat lebih cantik” godaku.

“haha .. kau bisa saja, makasih nadien” alysa tersenyum senang.

“kau tau ? saat kau mau pergi ke Aussie, aku ke Bandara menyusulmu bersama kevin dan aini”

“hah? Untuk apa menyuslku?” ucapku kaget.

“dia menyusulmu, saat aku mau pergi mengantar mamah dia datang menemuiku di rumah dan memohon padaku untuk memberi tau kapan kau akan berangkat ke Aussie dan aku bilang hari ini kau berangkat, lalu dia meyeretku ikut ke bandara” terangnya.

“dia tau rumahmu dari mana?” tanyaku penasaran.

“aini yang memberitahu, dia datang kerumahku bersama aini, waktu itu aku tidak di jemput oleh mas ridwan karena masih lembur dan berhubung sudah malam juga aku bingung mau naik apa, lalu aini menawarkan pulang bersama, saat itu aku dan aini pulang agak telat sedang mengoreksi tugas anak-anak” lanjut alysa.

“lalu?”

“kau tau? Dia ingin memberi tahu mu sesuatu”

“ingin memberi tahu apa? Memberi tahu aku, betapa romantisnya mereka saat berpelukan di depan umum” jawabku setengah malas.

“aishhh .. bukan itu, tapi tunggu .. kau melihatnya? Kau belum berangkat ke Aussie?”

“belum, pesawatku tertunda selama 15 menit karena ada gangguan jadi aku masuk ke pesawat jam 9.45” terangku.

“hahhh .. kenapa kau tidak memberi tahuku” protesnya.

“mana aku tahu kalau kalian datang untuk bertemu denganku, dan aku tidak melihatmu disana”

“yasuda lupakan, kau tau tidak? apa yang mereka bilang kepadaku saat pulang dari bandara?”

“apa?”

“ternyata kevin sama aini adalah kakak adik, kau tau? yang mau menikah itu adalah aini bukan kevin jadi undangan yang waktu itu adalah undangan adiknya, dia memberikan undagan itu melalui kevin karena masih malu terhadapmu, mungkin karena belum terlalu kenal, ternyata kevin sering cerita ke aini soal dirimu, selama di Beijing dia sering menelepon aini tengah malam untuk bercerita tentang dirimu dan katanya dia sudah memiliki rencana kedepannya bersamamu .. ahhhh sungguh so sweet” terangnya seraya tersenyum.

“lalu kau percaya?”

“hmmm sedikit si, tidak 100%”

“yasudah aku mau pulang” ajakku.

“ikut” sautnya. Kami pulang karena hari mulai sore.


~~*~~


Suasana malam yang sejuk bersama bintang-bintang yang bersinar indah di atas sana dan di selimuti dengan awan hitam yang tenang, aku menatap ke langit yang damai, seketika aku merasakan hatiku tenang di temani angin yang berhembus pelan, aku menyenderkan tubuhku di kusen jendela yang ku biarkan jendela terbuka lebar, aku ingin menikmati suasana malam yang indah ini bersama bintang yang bersinar dengan terang. Di saat aku sedang menikmati pemandangan langit ada suara yang memanggil namaku, ku cari sosok yang memanggilku dari lantai 2 kamarku, aku melihat seorang wanita sedang berdiri di depan pangar, aku menyipitkan mataku memastikan siapa orang yang ada di balik pagar rumahku, setelah aku mengetahuinya, aku segera tahu bahwa itu bukan alysa melainkan aini, untuk apa dia kesini? Aku menutup jendela kamarku dan tirai kamarku rapat-rapat dan tidak memperdulikannya.

‘nadiennnnnn ..’ teriak aini yang masih ku dengar dari dalam kamar.

‘kumohon keluarlah, ada yang ingin kevin bicarakan’ lanjutnya, tapi aku masih membiarkan ia di luar sana. Pintu kamarku terbuka dan ku lihat mamahku yang berada di balik pintu.

“nadien .. ayo temui temanmu kasihan dia, tidak baik bersikab seperti ini” terang mamahku memberi nasihat.

‘Kasihan? Dia saja tidak peduli denganku untuk apa aku peduli padanya’ batinku, tapi dengan malas aku bangkit dari tidurku dan menemuinya.

“pria itu memintamu dari mamah” lanjut mamahku saat aku menuruni tangga. Kakiku langsung berhenti melangkah dan menoleh ke belakang, mamah sedang berdiri di ujung anak tangga.

“maksud mamah?” tanyaku heran.

“saat kau pergi ke Aussie, pria itu yang bernama kavin apa .. siapa mamah lupa namanya”

“kevin?” timpalku.

“iya kevin, dia meminta ijin pada mamah, tapi mamah bilang itu terserah padamu, namun saran mamah jangan terburu-buru lihat dulu bagaimana dia, jika menurutmu baik lakukanlah sesuai hatimu, tapi kalau mamah liat anaknya baik, ini insting mamah ya, gak tau kalau kamu, yasudah temui dulu sana temanmu takutnya penting” jelas mamah yang membuatku menarik nafas, aku segera menemui aini dengan mengenakan baju piyama.

“ada apa?” tanyaku malas.

“bisa kita keluar sebentar? Ini penting banget, aku mohon” pintanya dan terpaksa aku mengikutinya.

Mobil aini berjalan dengan kecepatan yang standar aku memperhatikan jalanan di luar, tak ada percakapan di antara kami selama perjalanan hingga akhirnya mobil aini berhenti di depan restoran klasik dengan dekorasi ala eropa. Kamipun turun bersama, namun saat kami tiba di depan pintu restoran kakiku berhenti melangkah.

“tak mungkin aku masuk dengan pakaian ini” terangku sambil melihat diriku sendiri.

“sudah tidak apa, tidak ada yang melihat karena restoran ini sudah kami sewa, bukan. Tapi kevin telah menyewa ini semua dan mendesign dengan indah, ayo masuk” ia menarik tanganku dan kamipun masuk, setelah masuk aku di buat terkagum dengan apa yang ku lihat, sungguh, ini sungguh indah, balon biru putih berterbangan bebas di ruangan ini dan tempat duduk yang tertata rapih, semuanya berlatar biru putih, warna kesukaanku. Tapi kemana orang-orang? Kenapa sangat sepi?.

“kau duduk di sini dulu, aku ingin ke toilet” aini menarikan kursi yang ingin ku duduki dan ia segera pergi ke toilet.




To Be Countinue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar